10 pertanyaan tentang kekerasan
1 saya sangat seperti biasanya 2= saya agak seperti biasanya 3= saya tidak seperti biasanya atau karakteristik 4= saya agak berkarakteristik 5= saya sangat berkarakteristik Pemberian skor Dua pertanyaan dengan asteris adalah skor terbalik.
Mengajukanpertanyaan tentang materi : Q.S. Yunus/10 : 40-41 dan Q.S. al-Maidah/5 : 32, serta Hadis tentang toleransi, rukun, dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang
Paradokyang dimaksud tampak dalam pertentangan antara idealitas agama sebagai yang mengajarkan nilai-nilai luhur, dengan adanya beberapa kelompok atau individu di tengah masyarakat yang dengan mengatasnamakan agama malah berbuat kekerasan dan kerusakan. FPI (Front Pembela Islam) yang berkembang di Indonesia banyak dikategorikan sebagai
Seorangpenyintas korban KDRT menceritakan alasannya untuk tetap bertahan dalam hubungan dengan seorang pria yang kerap melakukan kekerasan padanya.
Bibirsumbing. 1. Kita bisa simpulkan jika anak berkebutuhan khusus itu memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi mengalami tindak kekerasan seksual, sebenarnya tindak kekerasan seksual itu memiliki banyak bentuk-bentuk tersendiri, menurut Komnas Perempuan terdapat 15 bentuk kekerasan seksual antara lain : 1. Pemerkosaan. 2. Pelecehan seksual. 3.
Site De Rencontre Gratuit 68 Sans Inscription. Materi belajar ini dirancang untuk target peserta publik yang ingin meningkatkan pengetahuan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kaitannya dengan Sustainable Development Goals SDGs. Perempuan dan anak merupakan kelompok paling rentan mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan baik di tingkat global, regional, maupun nasional. Berkenaan dengan fenomena kekerasan tersebut, berbagai pertanyaan mengemuka, antara lain bentuk kekerasan apa saja yang dialami perempuan dan anak? Apa faktor pemicunya? Kondisi apa yang melatari tindak kekerasan tersebut? Apa dampaknya terhadap perempuan dan anak? Bagaimana upaya untuk mencegahnya? Adakah kerja kolaboratif yang efektif melindungan perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan? Apa kaitannya dengan SDGs? Materi belajar ini akan membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut, sekaligus juga membangun kepedulian publik atas kerentanan perempuan dan anak. Pada setiap topik materi belajar ini, tedapat aktivitas pembelajaran yang terdiri dari menonton tautan video dan video presentasi, membaca literatur, kuis dan forum diskusi di setiap topik. Tentang apa ini? Materi belajar ini dirancang untuk target peserta publik yang ingin meningkatkan pengetahuan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kaitannya dengan Sustainable Development Goals SDGs. Perempuan dan anak merupakan kelompok paling rentan mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan baik di tingkat global, regional, maupun nasional. Untuk konteks Indonesia, Catatan Tahunan CATAHU Komnas Perempuan menunjukkan peningkatan jumlah kekerasan dari tahun ke tahun. Tercatat dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792%, artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat CATAHU,2020. Sementara hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja - SNPHAR 2018, setidaknya dua dari tiga anak dan remaja perempuan atau laki-laki mengalami tindak kekerasan sepanjang hidupnya pada 2018. Dalam konteks masyarakat digital, kekerasan berbasis gender online pun menunjukkan peningkatan. Materi belajar ini membahas isu-isu tersbut sekaligus juga membangun kepedulian publik atas kerentanan perempuan dan anak. Artinya, kondisi perempuan dan anak Indonesia jauh dari kehidupan yang aman, bahkan di ruang ruang privat. Pada setiap topik materi belajar ini, tedapat aktivitas pembelajaran yang terdiri dari menonton tautan video dan video presentasi, membaca literatur, kuis dan forum diskusi di setiap topik. Apa manfaat belajar materi ini? Berbagai data dan kajian menunjukkan bahwa pelaku kekerasan adalah orang yang dikenal, bahkan masih kerabat atau keluarga. Data-data yang ada masih merupakan 'fenomena gunung es'. Artinya, sangat dimungkinkan banyak kasus yang belum terdata. Kecenderungan ini tentu memprihatinkan, apalagi faktor yang melatarbelakanginya ditengarai lebih karena isu gender. Sebab itu, ada yang berpendapat bahwa kekerasan anak dan perempuan pada dasarnya merupakan kekerasan berbasis gender gender based violence. Padahal, pada Sustainable Development Goals SDGs 5 ditegaskan bahwa pentingnya mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan anak tanpa terkecuali. Kesetaraan gender bukan semata isu hak asasi yang mendasar, namun ditegaskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB sebagai pondasi perdamaian, kesejahteraan, juga keberlanjutan dunia. Artinya, perempuan dan anak yang merupakan separuh populasi dunia, yang berpotensi berpartisipasi dan berkontribusi pada upaya upaya pembangunan termasuk SDGs, setidaknya mampu mensejahterakan dirinya keluarga, maupun masyarakat. Sehingga setelah mengikuti seluruh komponen materi belajar ini, peserta akan mampu 1. Menjelaskan perbedaan konsep kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, termasuk perlindungan anak, sebagaimana dalam tujuan SDGs ke-5; 2. Menginterpretasikan berbagai bentuk manifestasi bias gender dan masalah anak di masyarakat; 3. Mendiskusikan bentuk bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan, juga faktor penyebab dan latar belakangnya; 4. Menjelaskan dampak kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai aspek kehidupan; 5. Mengkorelasikan keterkaitan antara kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan isu GESI - Gender and Social Inlcusion kesetaraan gender dan inklusi sosial dan implementasi Konvensi Hak Anak; 6. Menjelaskan keberpihakan pada komitmen Indonesia dalam mencegah dan menangani kekerasan perempuan dan anak, termasuk capaian tujuan ke-5 SDGs berikut target-targetnya; 7. Mendiskusikan kebijakan dan/atau program perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan. Apa saja topik pembelajarannya? 1. Konsep-Konsep Dasar Seks dan Gender Isu Gender Kesetaraan Gender Pemberdayaan Perempuan Konvensi Perlindungan Anak 2. Isu Gender sebagai Bentuk Manifestasi Bias Gender Bentuk-bentuk Manifestasi Bias Gender Stereotipe, Gender, Marginalisasi, Subordinasi, Beban Berlebih, dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Akar atau Faktor yang Mendasari Terjadinya Bias Gender dan Tidak Ramah Anak Contoh-contoh Manifestasi Bias Gender dan Tidak Ramah Anak di Masyarakat 3. Isu Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perempuan Bentuk-bentuk Kekerasan Faktor yang Melatar Belakangi Siklus Kekerasan Kekerasan terhadap Perempuan KTP Kekerasan terhadap Anak KHA 4. Dampak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Dampak Kekerasan pada Perempuan Dampak Kekerasan pada Anak Dukungan Psiko-Sosial 5. Komitmen Negara dalam Melindungi Perempuan dan Anak dari Berbagai Tindak Kekerasan Payung Kebijakan Integrasi SDG Strategi Nasional Strategi Daerah 6. Rancangan Kerja Multipihak dalam Rangka Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Contoh Baik atas Upaya Pencegahan Rancangan Memperkuat Aksi Pencegahan Baik Nasional Maupun Lokal Siapa yang menyusun materi belajar ini? SDG Academy Indonesia, SDGs Hub Universitas Indonesia, UN Women, Bappenas dan KemenPPPA. Bagaimana cara mendapatkan E-certificatenya? Peserta harus menyelesaikan kesemua topik dan sub topik. Peserta juga harus mendapatkan minimum kelulusan materi belajar dengan skor 60 untuk post-test/tes akhir dan keaktifan dalam forum diskusi di setiap topik. Berapa lama untuk menyelesaikan ini? Peserta diberi tenggat waktu selama 6 bulan
Melindungi anak Anda dari pelecehan seksual atau membantu anak Anda jika mereka mengalami pelecehan seksual dapat menimbulkan trauma dan membingungkan. Banyak orang berbagi pertanyaan dan perhatian yang sama. Berikut adalah komentar, pertanyaan umum, dan umpan balik tentang topik pelecehan anak dan kekerasan seksual, atas izin California Dept. of Justice and Megan's Law . 11 Pertanyaan Umum Yang Sering Diajukan Tentang Pelecehan Seksual Saya takut menakut-nakuti anak-anak saya dengan berbicara kepada mereka tentang pelecehan seksual, tetapi saya juga takut untuk tidak membicarakannya dengan mereka. Apa yang harus saya lakukan? Jawaban Ada banyak hal yang kami ajarkan kepada anak-anak kami untuk berhati-hati atau tentang bagaimana bereaksi terhadap berbagai situasi menakutkan. Misalnya, cara menyeberang jalan melihat ke kiri dan ke kanan dan apa yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran drop and roll. Tambahkan topik pelecehan seksual ke dalam tip keselamatan lain yang Anda berikan kepada anak-anak Anda dan ingat, subjek ini seringkali lebih menakutkan bagi orang tua daripada anak mereka. Saya tidak tahu bagaimana cara mengetahui apakah seseorang adalah pelanggar seks. Ini tidak seperti mereka memakai tanda di leher mereka. Apakah ada cara pasti untuk mengidentifikasinya? Jawaban Tidak ada cara untuk mengetahui siapa pelanggar seks, kecuali pelanggar yang terdaftar di daftar pelanggar seks online . Meski begitu, peluang untuk mengenali pelaku di tempat umum masih dipertanyakan. Itulah mengapa penting untuk mempercayai naluri Anda, menjaga dialog terbuka dengan anak-anak Anda, tetap waspada terhadap lingkungan Anda dan orang-orang yang terlibat dengan anak Anda, dan mengikuti pedoman keselamatan umum. Orang mungkin secara tidak benar menuduh seseorang sebagai pelanggar seks atau pelecehan seksual. Bagaimana Anda tahu dengan pasti apa atau siapa yang harus dipercaya? Jawaban Menurut penelitian, kejahatan kekerasan seksual tidak lebih banyak dilaporkan secara tidak benar dibandingkan kejahatan lainnya. Bahkan, para korban kekerasan seksual, terutama anak-anak, seringkali bersembunyi bahwa dirinya menjadi korban karena menyalahkan diri sendiri, bersalah, malu atau takut. Jika seseorang dewasa atau anak-anak memberi tahu Anda bahwa mereka telah dilecehkan secara seksual atau mengidentifikasi orang yang melakukan pelecehan seksual terhadap mereka, yang terbaik adalah mempercayai mereka dan menawarkan dukungan penuh Anda. Hindari menginterogasi mereka dan biarkan mereka memutuskan detail yang mereka rasa nyaman untuk dibagikan dengan Anda. Bantu pandu mereka ke saluran yang tepat untuk menemukan bantuan. Bagaimana mungkin orang tua menangani mengetahui bahwa anak mereka dilecehkan secara seksual? Saya takut saya akan hancur berantakan. Jawaban Ketakutan umum pada anak-anak yang menjadi korban adalah bagaimana reaksi orang tua mereka ketika mengetahui apa yang terjadi. Anak-anak ingin membahagiakan orang tuanya, bukan membuat mereka kesal. Mereka mungkin merasa malu dan takut bahwa hal itu akan mengubah perasaan orang tua terhadap mereka atau berhubungan dengan mereka. Itulah mengapa sangat penting bahwa jika Anda tahu atau mencurigai bahwa anak Anda telah mengalami pelecehan seksual sehingga Anda tetap memegang kendali, buat mereka merasa aman, rawat, dan tunjukkan cinta Anda. Anda harus kuat dan ingat bahwa trauma yang dialami anak Anda adalah masalahnya. Mengalihkan fokus dari mereka kepada Anda, dengan menunjukkan emosi yang tidak terkendali, tidaklah membantu. Temukan tim pendukung dan konseling untuk membantu Anda mengatasi emosi sehingga Anda dapat tetap kuat untuk anak Anda. Bagaimana anak-anak bisa pulih dari pengalaman seperti itu? Jawaban Anak-anak tangguh. Telah terbukti bahwa anak-anak yang dapat berbicara tentang pengalaman mereka dengan seseorang yang mereka percaya, seringkali sembuh lebih cepat daripada mereka yang menyimpannya di dalam atau yang tidak dipercaya. Menawarkan dukungan penuh orang tua dan memberikan pengasuhan profesional kepada anak dapat membantu anak dan keluarga untuk sembuh. Benarkah beberapa anak rela berpartisipasi dalam aktivitas seksual dan sebagian disalahkan atas apa yang terjadi? Jawaban Anak-anak tidak dapat secara hukum menyetujui aktivitas seksual, meskipun mereka mengatakan bahwa itu adalah suka sama suka. Penting untuk diingat bahwa pelaku pelecehan seksual menggunakan cara yang menyimpang untuk mengontrol korbannya. Mereka sangat manipulatif, dan biasanya mereka membuat korban merasa bahwa merekalah yang harus disalahkan atas penyerangan tersebut. Jika anak merasa bahwa mereka menyebabkan kekerasan seksual, kecil kemungkinan mereka untuk memberi tahu orang tua mereka tentang hal itu. Ketika berhadapan dengan seorang anak yang telah seksual diserang , penting untuk meyakinkan mereka bahwa tidak ada yang dilakukan untuk mereka oleh orang dewasa adalah kesalahan mereka, tidak peduli apa pelaku melakukan atau mengatakan untuk membuat mereka merasa sebaliknya. Ada begitu banyak berita tentang pelanggar seks. Bagaimana orang tua dapat menghindari sikap terlalu protektif terhadap anak-anak mereka? Jawaban Penting agar anak-anak belajar bagaimana bereaksi terhadap kemungkinan bahaya yang mungkin mereka hadapi dalam hidup. Dengan bersikap terlalu protektif atau menunjukkan ketakutan yang tidak rasional, anak-anak cenderung menjadi tidak berdaya. Mengajari anak-anak akal sehat, memberikan informasi yang dapat membantu mereka, dan dialog yang terbuka dan mengundang akan lebih produktif sehingga mereka merasa aman untuk membicarakan masalah mereka. Saya takut tidak tahu bahwa anak saya telah menjadi korban . Bagaimana orang tua bisa tahu? Jawaban Sayangnya, beberapa anak tidak pernah mengatakan bahwa mereka pernah menjadi korban pelecehan seksual. Namun, semakin banyak orang tua yang mengetahui apa yang harus dicari, semakin besar kemungkinan mereka akan mengenali bahwa sesuatu telah terjadi pada anak mereka. Belajar untuk mengawasi naluri Anda dan mencari perubahan apa pun dalam perilaku anak Anda yang mengkhawatirkan. Jangan abaikan pikiran bahwa ada sesuatu yang salah. Apakah proses pengadilan sangat traumatis bagi korban anak? Apakah mereka dipaksa untuk menghidupkan kembali pelecehan tersebut? Jawaban Anak-anak yang menjalani proses pengadilan seringkali merasa bahwa mereka telah mendapatkan kembali kendali yang hilang ketika mereka mengalami pelecehan seksual. Proses pengadilan bisa menjadi bagian dari proses penyembuhan. Di banyak negara bagian, ada personel yang terlatih secara profesional dan tempat ramah anak yang dirancang untuk membantu korban anak melalui proses wawancara. Jika anak saya adalah korban pelecehan seksual, apakah membicarakannya dengan mereka setelah itu memperburuk keadaan? Jawaban Seorang anak seharusnya tidak merasa bahwa mereka dipaksa untuk berbicara tentang kekerasan seksual. Berhati-hatilah agar Anda membuka pintu bagi mereka untuk berbicara, tetapi jangan memaksa mereka masuk. Kebanyakan anak akan terbuka saat mereka siap. Ini akan membantu mereka mencapai titik itu dengan mengetahui bahwa ketika saatnya tiba, Anda akan ada untuk mereka. Apa yang harus saya lakukan jika saya mencurigai seseorang melakukan pelecehan seksual terhadap anak saya atau anak saya di lingkungan sekitar? Jawaban Yang terbaik adalah menghubungi pihak berwenang dan biarkan mereka menyelidiki. Jika Anda mencurigai pelecehan karena sesuatu yang dikatakan anak Anda atau anak lain kepada Anda, peran utama Anda adalah mempercayai anak tersebut dan memberi mereka dukungan Anda.
Soal tentang kekerasan dan kunci jawaban - Pada kesempatan kali ini kami akan membagikan soal sosiologi tentang kekerasan. Materi yang ada pada soal ini antara lain 1. Pengertian kekerasan menurut beberapa teori 2. Sebab-sebab terjadinya kekerasan 3. Berbagai jenis kekerasan 4. Berbagau upaya dalam mengantisipasi kekerasan Berikut ini soal tentang kekerasan A. Soal Pilihan Ganda Kekerasan 1. Suatu tindak kekerasan yang dapat dilihat secara nyata dan pelaku akan mendapatkan hukuman dari masyarakat secara langsung adalah … 2. Suatu kekerasan yang dilakukan tidak untuk mendapatkan perlingdungan dan bersifat untuk mendapatkan sesuatu adalah … b. involuntary manslaughter e. voluntary manslaughter 3. Sifat agresif yang mampu menimbulkan kekerasan biasanya disebabkan oleh … a. diperlakukan secara seimbang d. diperlakukan secara berlebihan 4. Konflik yang tidak terkendali akan menimbulkan terjadinya … 5. Motif utama balas dendam adalah … a. tindakan yang bertalian denga kesalahan masa lalu oleh individu lain b. untuk melampiaskan kekesalan seseorang c. keinginan seorang individu untuk menguasai individu lain d. adanya keinginan untuk memiliki kepemilikan orang lain e. sifat keras dari individu yang telah mendapatkan perlakuan 6. Tindakan yang dilakukan oleh sebuah kelompok terorganisisr secara politis untuk mendapatkan pengakuan dari pihak lain adalah … c. voluntary manslaughter d. involuntary manslaughter 7. Seseorang yang mempunyai sifat seperti orang tuanya merupakan sifat bawaan. Sifat tersebut dapat berubah manakala … a. mendapat pengaruh dari orang sekelompoknya b. mendapat pengaruh dari teman sepermainan c. mendapat pengaruh dari lingkungan fisik atau sosial d. mendapat pengaruh dari bencana alam e. datang dari diri sendiri tanpa pengaruh dari luar 8. Faktor yang paling besar memberikan pengaruh terhadap terjadinya kekerasan adalah … a. lingkungan prenatal saja b. individu, sifat bawaan, lingkungan c. individu, lingkungan, sifat bawaan d. faktor ketenangan, lingkungan, lingkungan prenatal e. lingkungan, sifat bawaan, individu 9. Suatu tindakan pembunuhan dilakukan oleh seseorang dan secara hukum dibenarkan. Hal ini dapat terjadi karena tindakan itu dilakukan … a. untuk membela kaum lemah b. karena untuk membela diri atau hak milik c. karena ada tendensi politis d. untuk membela penguasa e. karena selalu menjadi penyebab terjadinya kekerasan 10. Seorang hakim telah memutuskan perkara atas kesalahan seseorang. Dalam membuat keputusan tersebut, hakim menggunakan pedoman berupa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kemudian terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup, Keputusan hakim dinamakan … 11. Dalam upaya mengurangi tindak kekerasan, maka Polri telah menggunakan Undang-Undang anti Senpi. Dalam Undang-Undang tersebut, sasarannya adalah sebagai berikut, kecuali … d. pembuat atau perakit Senpi e. pemilik surat ijin Senpi 12. Berikut ini yang merupakan jenis kekerasan paling berat adalah … 13. Adanya kelainan kiwa, pengaruh obat bius, maupun faktor-faktor sosial seperti konflik rumah tangga dapat menyebabkan tumbuhnya kekerasan. Pendangan ini merupakan teori kekerasan yang disebut … b. teori faktor individual c. teori dinamika kelompok 14. Kekerasan yang dilakukan oleh Noordin M Top dan kawan-kawannya dengan peledakan bom, merupakan bentuk kekerasan yang dilandasi oleh perbedaan … 15. Penjualan obat berbahaya, mobil yang berkecepatan tinggi, atau permainan yang mematikan juga harus dianggap sebagai tindak kekerasan. Hal ini diungkapkan oleh … B. Soal Esai Kekerasan 1. Jelaskan pengertian kekerasan! 2. Faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya kekerasan di masyarakat? 3. Jelaskan perbedaan kekerasan terbuka dengan kekerasan terutup! 4. Buatlah contoh kasus kekerasan yang melibatkan kelompok dan pernah terjadi di Indonesia 5. Apakah yang kamu ketahui tentang 6. Sebutkan dan jelaskan lima tahapan terjadinya kerusuhan menurut NJ Smelser! 7. Agar konflik tidak mejadi kekerasan maka diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi. Sebutka! 8. Sebutkan upaya-upaya untuk mengantisipasi merebaknya kekerasan! C. Tugas Kekerasan Petunjuk a. Pada pelajaran sejarah,kita tahu bahwa pada saat romusha yang diberlakukan oleh Jepang, maka banyak rakyat Indonesia yang mati sengsara. Apa yang terjadi saat itu sehingga terjadi kekerasan? Termasuk jenis kekerasan apakah hal tersebut? b. Lengkapilah informasi anda dengan membaca buku sejarahmu. Dan jangan lupa pergunakan buku yang relevan c. Susunlah hasil diskusimu dalam sebuah laporan d. Presentasikan hasil diskusimu di depan kelas e. Kumpulkanlah hasil pekerjaan anda kepada guru Peyunjuk a. Carilah sebanyak lima buah kejadian kekerasan yang melibatkan kelompok pada buku tugas b. Susunlah kasus tersebut dengan kriteria sebagai berikut Penyebab terjadinya kekerasan Apakah sikap anda seandainya terlibat kasus tersebut Bagaimanakah seandainya anda tidak berada dalam kasus tersebut? c. Pergunakanlah perpustakaan sekolah untuk mencari kasus d. Kumpulkan pekerjaan anda kepada guru Demikian soal sosiologi tentang kekerasan. Semoga soal tersebut bisa memberi manfaat bagi para pembaca. Silahkan buka soal lain tentang soal sosiologi yang ada di bawah ini. Silahkan download soal di atas melalui link berikut. Download Soal
“Permisi, boleh minta waktu untuk wawancara survei?” Kalau kita pernah didatangi petugas survei ke rumah, kalimat semacam itu mungkin kita dengar. Bila kita setuju wawancara, petugas survei biasanya memulai dengan bertanya tentang kondisi rumah tangga, pendidikan, dan pekerjaan. Tapi jika kemudian petugas menanyakan hal sensitif, seperti pengalaman kekerasan, masihkah kita bersedia menjawab? Dalam satu dekade terakhir, Indonesia semakin sering mengumpulkan data kekerasan terhadap anak KTA melalui survei. Ada Survei Kekerasan terhadap Anak SKTA pada 2013, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja SNPHAR 2018, dan SKTA daring Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2020. Survei serupa akan ada lagi tahun ini. Meski ada kebutuhan data, survei Kekerasan terhadap Anak KTA memiliki beban etika penelitian yang berat. Oleh karena itu, proses perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan survei KTA tidak boleh setengah-setengah. Tuntutan dan beban survei Survei KTA adalah salah satu jenis penelitian yang paling kompleks untuk diselenggarakan, mulai dari perumusan pertanyaan, pengumpulan data, hingga analisis. Peneliti perlu membangun kepercayaan antara pewawancara dengan responden. Kuncinya ada pada etika penelitian. Jika peneliti gagal menjaga etika penelitian, maka responden akan enggan menceritakan pengalamannya atau menolak berpartisipasi. Ini akan menimbulkan salah satu jenis response error kesalahan dalam mengumpulkan jawaban yang khas dalam penelitian tentang kekerasan, yaitu underreporting, atau kejadian yang dilaporkan lebih sedikit daripada kejadian sebenarnya. Jenis error ini akan berdampak pada akurasi data penelitian. Penelitian tentang pengalaman kekerasan juga berisiko mengungkap insiden traumatis, yang mungkin pernah atau masih dialami responden. Akibatnya, responden dapat terpicu merasakan emosi negatif, seperti cemas, takut, sedih, atau marah. Risiko jadi semakin besar jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat. Data memang penting dalam penyusunan kebijakan. Namun, dalam penanganan KTA, data survei seharusnya menjadi bagian dari sistem surveilans yang lebih besar, bersama dengan data laporan kasus. Survei KTA dapat diulang jika survei tersebut merupakan satu-satunya sumber data kekerasan. Perlu pertimbangan juga berapa rentang waktu ideal antara survei yang satu dengan yang lainnya. Karena tuntutan dan beban tersebut, sebelum memutuskan untuk melakukan survei KTA, peneliti perlu menjawab empat poin berikut. 1. Apakah data sekunder sudah tersedia dan cukup untuk penelitian tanpa harus mengumpulkan data baru? Dengan banyaknya survei di Indonesia, ada kemungkinan satu rumah tangga berkali-kali diwawancarai. Kondisi ini bisa menyebabkan research fatigue, atau kelelahan akibat terlalu sering disurvei. Akibatnya, responden bisa menolak atau enggan berpartisipasi, yang berpengaruh terhadap kualitas data. Sebelum mengumpulkan data survei, peneliti perlu mengecek apakah tersedia data sekunder, atau data yang sudah dikumpulkan, yang bisa menjadi sumber informasi untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian mungkin saja bisa terjawab oleh data layanan atau data dari survei sebelumnya. Tren kekerasan, baik nasional maupun per wilayah, pada dasarnya telah digambarkan dengan data dari laporan kekerasan seperti SIMFONI PPA atau data layanan swasta. Meski data laporan kekerasan berasal dari layanan yang jumlahnya masih terbatas, namun datanya tersedia secara real-time dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja layanan. Read more Indonesia darurat data kekerasan terhadap anak 2. Apakah riset kekerasan terhadap anak akan menimbulkan risiko yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang anak dapatkan? Ada beberapa etika yang harus dijunjung tinggi saat melakukan penelitian dengan anak maupun orang dewasa. Salah satunya, kepentingan dan manfaat dari survei harus lebih besar dari risiko yang muncul. Survei KTA memiliki risiko bahaya yang cukup tinggi, baik untuk responden atau pewawancara. Misalnya, jika responden masih mengalami kekerasan dan pelakunya tinggal serumah. Saat merancang desain riset KTA, peneliti perlu jujur dan kritis mengidentifikasi potensi risiko. Niat baik saja tidak cukup mengurangi dampak buruk terhadap responden atau peneliti.. Pertimbangan risiko pertama adalah usia responden. Risiko untuk anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Implikasinya, mitigasi risiko juga akan berbeda. Keterlibatan dalam riset KTA dapat memicu ketidaknyamanan, stres, atau reaksi trauma, apalagi pada anak yang belum mampu mengelola emosi. Dalam wawancara, petugas survei juga bisa mengalami trauma sekunder yang disebut dengan vicarious trauma, yang timbul dari empati peneliti. Ingat juga bahwa risiko survei mungkin bergantung pada norma yang berlaku di lingkungan tempat tinggal responden. Tim peneliti dapat melakukan konsultasi dengan perwakilan masyarakat di berbagai lokasi survei mengenai konteks lokal. 3. Apakah layanan tersedia untuk merespons kebutuhan anak atau responden selama proses pengumpulan data? Saat pengumpulan data, peneliti mungkin menemukan banyak responden yang butuh layanan rujukan tapi kesulitan mengakses. Jika responden bersedia, peneliti perlu menghubungkan responden dengan layanan. Peneliti juga perlu menyiapkan referensi layanan, seperti fasilitas kesehatan, psikososial, dan/atau hukum. Saat ini, baru 134 kabupaten/kota dari 514 total kabupaten di Indonesia yang punya unit layanan pemerintah untuk merespons kasus kekerasan perempuan dan anak UPTD PPA. Sebagai alternatif, peneliti bisa membentuk tim ad hoc berupa pos aduan di tingkat kelurahan/desa yang khusus bekerja selama survei. Tim ini adalah perwakilan dari masyarakat yang dilatih untuk merespons kasus dan menghubungkan korban ke layanan terdekat, khusus untuk daerah yang jauh dari layanan rujukan. Layanan darurat itu juga dapat menjadi rintisan untuk layanan jangka panjang. Jika layanan, baik yang sudah ada atau ad hoc, tidak tersedia atau tidak berkualitas, maka penulis perlu mempertimbangkan ulang untuk mengumpulkan data di wilayah tersebut. 4. Apakah peneliti sudah menyiapkan rencana analisis dan tindak lanjut dari hasil survei? Peneliti bertanggung jawab mempublikasikan temuan, baik kepada populasi yang diteliti, maupun kepada pembuat kebijakan dan publik secara umum. Ini dimulai dengan menyusun rencana analisis dan rencana pemanfaatan data, dengan mempertimbangkan keragaman konteks sesuai lokasi penelitian. Data kekerasan tidak dapat dilihat sebagai angka saja. Pembuat kebijakan perlu memahami konteks yang melatarbelakangi munculnya kekerasan agar layanan bisa efektif dan berkualitas. Belajar dari pengalaman Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, data yang kaya tidak akan berguna jika analisis dan publikasinya setengah jalan. Peneliti juga perlu melihat kesesuaian antara data survei dengan sumber data lain yang sudah ada. Data administrasi layanan bisa memberi informasi tentang jumlah kasus yang dilaporkan, cakupan layanan, dan respons layanan terhadap kasus. Data survei dan data administrasi layanan bisa disandingkan untuk analisis yang komprehensif. Peneliti mungkin menemukan kesenjangan hasil antara kedua jenis data, misalnya angka kekerasan jauh lebih tinggi pada survei daripada di data layanan. Temuan seperti ini bisa menjadi evaluasi untuk kedua data. Read more Melindungi anak-anak dan remaja dari kekerasan di media Niat baik tidak cukup Survei nasional didanai APBN. Maka, sudah sepantasnya publik mendapat akses atas data tersebut sebagai bentuk akuntabilitas; terlebih karena subyek penelitiannya adalah masyarakat. Perlu mekanisme agar publik bisa mengakses data seperti survei nasional lainnya, contohnya SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Riskesdas Riset Kesehatan Dasar. Akses terbuka terhadap data survei akan membuka kesempatan bagi para peneliti untuk bersama-sama menganalisis dan memberi masukan pada kebijakan. Seperti halnya publikasi ilmiah, peer review, atau tinjauan oleh sesama peneliti, adalah proses esensial untuk menghasilkan interpretasi data berkualitas. Peneliti dan pembuat kebijakan punya tanggung jawab moral kepada para responden yang telah bersedia berbagi cerita mereka, termasuk risiko trauma yang mereka hadapi. Survei KTA harus mengutamakan kepentingan anak sebagai subjek di atas kepentingan penelitian.
AKHIR-akhir ini, kita menyaksikan tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sering terjadi. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual UU TPKS diharapkan membuat orang menahan diri untuk melakukan kekerasan seksual. Ternyata tidak. Hampir setiap minggu diberitakan ada tindak kekerasan terhadap perempuan atau anak-anak. Tindakan kejam itu terjadi di berbagai kota, dilakukan oleh orang dengan berbagai latar belakang, termasuk mereka yang memiliki status sosial tinggi di Tahunan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kekerasan seksual yang dilaporkan mencapai kasus selama 2022. Juga terjadi kasus kekerasan seksual berbasis elektronik KSBE, di antaranya penyebaran video porno untuk tujuan mempermalukan seseorang. Masih tingginya TPKS diduga karena peraturan pelaksanaan dari UU TPKS itu belum ada, walaupun sudah ada perintah Kapolri pada 28 Juni 2022, agar aparat kepolisian langsung menggunakan UU TPKS, yang sebulan sebelumnya diundangkan. Awal Juni 2023, pemerintah sudah hampir selesai menyusun peraturan-peraturan UU TPKS. Ada tiga peraturan pemerintah PP dan empat peraturan presiden Perpres, yang merupakan pemadatan dari 10 peraturan yang disebutkan dalam UU TPKS. Ketiga PP tersebut adalah tentang 1 Dana Bantuan Korban TPKS; 2 Pencegahan TPKS serta Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan Korban TPKS; dan 3 Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan TPKS. Sedangkan keempat Perpres adalah tentang 1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak di Pusat;2 Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum, Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat;3 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA; dan 4 Kebijakan Nasional Pemberantasan adanya PP dan Perpres tersebut seharusnya tidak akan ada lagi kendala dalam mengimplementasi UU TPKS. Pekerjaan selanjutnya adalah memastikan bahwa pencegahan tindak kekerasan berlangsung seperti yang diharapkan. Sosialisasi masif Jika sudah disahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kemen. PPPA perlu segera mensosialisasikan semua peraturan TPKS kepada masyarakat. Targetnya setiap orang mengetahui keberadaan UU TPKS tersebut, termasuk paham akan risiko yang akan diterima jika terbukti melakukan kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan atau anak. Resiko tersebut meliputi pidana penjara dan pidana denda, serta sanksi sosial dari masyarakat. Dapat dibayangkan Menteri PPPA dan staf pada beberapa bulan ke depan ini akan sibuk memaparkan peraturan tentang TPKS. Media massa, cetak maupun televisi, akan ramai mengulas UU-TPKS dan peraturan pelaksanaannya. Media sosial, forum diskusi dan webinar akan membahas tuntas, menjawab pertanyaan dan menampung saran dari masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah kabupaten dan kota perlu segera menyusun peraturan daerah perda tentang pencegahan TPKS, dan kemudian membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA. UPTD PPA ini akan bertugas melakukan pemantauan untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan hingga ke permukiman warga, setidaknya tingkat RW. Pemda perlu mempublikasikan nomor telepon dan WA untuk pelaporan ancaman tindak kekerasan yang dapat diakses 24 jam penuh setiap hari.
10 pertanyaan tentang kekerasan